Sudah lebih dari enam bulan lamanya Adi terus menerus mencari pekerjaan yang dia harapkan… Tidak ada panggilan yang menarik hatinya walau dana tunai yang dimiliki menipis… Dalam keadaan tersebut, Adi secara naluriah mengatur keuangannya agar dapat bertahan hidup selama mungkin… Segala upaya mendapatkan penghasilan sampingan dijalani… Berbekal pergaulan selama ini, Adi terus berkomunikasi kepada beberapa teman lama, mulai dari membantu satu-dua hal sampai dengan menjadi perantara jual beli… Semua demi bertahan hidup… Tidak perlu waktu lama bagi Adi yang notabene berasal dari keluarga kaya untuk dapat melakukan aksinya sebagai tenaga penjual… Usaha mendiang Ayahnya menuntut para tenaga penjualan di perusahaan tersebut cakap melakukan penutupan penjualan, alias closing-an bahasa mereka… Adi kecil terbiasa melihat langsung dan beberapa kali berkesempatan ikut salesman kepercayaan Ayahanda dalam melakukan prospecting… Hasilnya, bakat terpendam tercipta tanpa sengaja… Dan Adi paham sekali, berbisnis adalah salah satu cara terbaik untuk (kembali) kaya… “Tinggal tiga juta uang ku… Mungkin hanya dapat bertahan satu bulan kurang… Hmm… Aku harus menyelamatkan diri…”, pikir Adi dalam hati… Ditengah kegalauan, seseorang menelpon… “Ya Pak… Benar Pak… Ok Pak, baik Pak… Saya akan datang besok. Terima kasih Pak”, jawab Adi kepada seseorang yang berbicara di seberang sana… Sebuah undangan interview atas salah satu dari sekian banyak lamaran yang pernah Adi kirim entah kapan di waktu lalu… Berlokasi di Sudirman, nama gedungnya mengingatkan dia akan sesuatu, tapi apa ya?! “Selamat siang, saya Adi. Yoga Adi Pratama. Saya ada janji interview dengan Pak Arie pagi ini”, ujar Adi kepada resepsionis perusahaan yang memanggil Adi… Singkat cerita, Adi menjalankan interview dengan harapan besar… Sayang, latar belakang Adi yang tanpa pengalaman kerja sebelumnya membuat Adi hanya mendapatkan posisi kurang bagus alias staf terbawah dalam piramida organisasi… Gaji dan lainnya jauh dari bayangan cukup dalam benak Adi… Pasrah… Dengan langkah gontai Adi turun dan keluar dari gedung megah tersebut… Tiba diluar pelataran pedestrian, Adi kembali menunggu kendaraan umum ditengah hiruk pikuk dan panasnya Jakarta di pukul 12 siang… Panas, terik, lelah, lapar… “Kombinasi lengkap untuk bunuh diri”, pikir Adi… Wajar, puluhan tahun menikmati KE-KA-YA-AN, membuat perasaan Adi tidak karuan semenjak kepergian sang Ayah… Syukurlah, Ia pernah melewati masa suram yang serupa saat usia 10 tahun dimana usaha Ayahnya kala itu terhempas alias bankrut, menjadikannya tidak begitu terkejut atas perputaran roda kehidupan ini… Lama tak kunjung datang kendaraan umum yang ditunggu, Adi sibuk melihat-lihat sekitar… Seketika, ada dorongan untuk melihat ulang nama gedung yang baru saja ditinggalkan sekitar 25 menit lalu itu… “Hmm… Nama gedung ini kok familiar ya?!”, pikir Adi dalam hati… Dorongan itu makin besar untuk sedikit mundur dari sisi luar pedestrian dan mulai merogoh isi tasnya… Dikeluarkan beberapa lembar kertas yang sudah dirapihkan di hari sebelumnya dan ketemulah apa yang mengusik pikirannya saat ini, sebuah undangan Business Opportunity… Gedung yang sama, beda lantai… Dan Adi kini berada tepat didepannya… “Business Opportunity… Artinya adalah Kesempatan Bisnis… Hmm…, bisnis apaan ya ini? Kok asuransi di-bisnis-in”, pikir Adi… “Bukannya itu dijualin ya?!”, lanjut pemikiran liar Adi… “Ah, mumpung sudah ada disini, nanya-nanya ah…”, hemat Adi… Ragu-ragu Adi melangkah masuk kembali ke dalam gedung dan menuju lantai yang tertulis di undangan… Keluar lift, Adi terpana melihat lantai tersebut hanya berisi satu perusahaan… Tidak ada tenant lain… Dia pikir, “Pasti perusahaan besar” Perusahaan yang didatangi pagi tadi, kalah besar… “Tapi mau ketemu siapa ya?!”, pikir Adi… “Siang Mba… Saya Adi… Begini Mba, dulu banget saya ketemu orang namanya siapa itu saya lupa, dia ngajak saya ke acara ini di undangan ini… Tapi saya ngga tau juga orang itu siapa…”, ujar Adi sambil memperlihatkan dan menunjuk-nunjuk undangan tersebut kepada resepsionis yang ada disana… “Mas, ini undangan kayaknya udah lama banget ya… Memang ada namanya Business Opportunity setiap bulan, tapi hari ini lagi ngga ada…” “Oh gitu ya Mba? Ya sudah, makasih ya Mba…”, jawab Adi tak bersemangat… “Hi, kenalin saya Erick. Antonius Erick, agent disini… Kamu mencari seseorang dikantor ini?”, potong seorang pria yang dari tadi memperhatikan percakapan Adi dengan sang resepsionis … “Buset, siapa ini ya? Muda, keren dan ramah… Negor gue duluan pula… Seperti pernah lihat orang ini… Artis kali ya…”, pikir Adi dalam hati… “Saya Adi, Pak. Yoga Adi Pratama. Saya dulu ketemu seseorang tapi lupa namanya, dia ajak saya ke acara ini”, sambil Adi menunjukan undangan yang tadi… “Saya mau tahu aja sih, kesempatan bisnis apa sih maksudnya disini?”, lanjut Adi bertanya penuh maksud… “Oh, itu nama salah satu acara bulanan kami… Gunanya untuk mempresentasikan kesempatan berkembang bersama kami, para agen dari agensi perusahaan asuransi ternama ini”, sambil menunjuk logo perusahaan asuransi dari agensi tersebut… “Ohh…”, jawab Adi datar… Selain tidak paham, Adi tidak mengerti apa itu agensi… Melihat gerak-gerik Adi yang seperti itu Pak Erick memotong, “Memangnya apa tujuan kamu kesini?! Oh ya, ngobrol di ruang meeting itu saja ya…” “Ta, ruang meeting kosongkan?!”, tanyak Pak Erick ke Dita, resepsionis kantor… “Kosong Pak, pakai saja…”, jawabnya… “Thanks Dita. Nanti kalau anak-anak nyari saya, kasih tau saya disana ya…”, ujar Pak Erick sebelum beranjak masuk ruangan bersama Adi… “Anak-anak? Orang ini kerja dikantor sambil bawa anaknya? Enak banget ya?!”, pikir Adi dalam hati… “So, Adi.. Nama kamu familiar di kuping saya… Ok, aapa yang membuat kamu kesini Adi?! Jarang-jarang saya bertemu seseorang yang datang sendiri ke kantor agensi mau ikut BOP… Oh ya Adi, acara yang tadi kamu maksud namanya BOP. Business Opportunity Presentation”, ujar Pak Erick mengawali pembicaraan… “Begini Pak, beberapa waktu lalu saya bertemu seseorang, saya benar-benar lupa namanya… Kami ketemu di coffee shop… Awalnya dia pinjam korek ke saya, lalu nanya-nanya dan ujung-ujungnya nawarin ke acara ini”, jawab Adi sambil menunjuk lagi ke undangan itu… “Karena dia bilang ini asuransi, saya males nanggepin Pak, dan dia pun pergi”, begitu Adi menjelaskan… “Tapi undangan ini saya simpan di tas, abis ngga enak kalau saya buang didepan dia”, lanjut Adi sambil senyum kecut… “Lalu, kenapa setelah sekian lama kamu bisa tertarik kesini?”, telusur Pak Erick… “Ngga juga sih Pak, saya kebetulan saja tadi pagi ada interview disalah satu perusahaan dilantai atas… Kebetulan saya ingat undangan ini beralamat digedung yang sama, ya saya mampir saja”, jawab Adi sekenanya… “Tidak ada yang kebetulan di dunia ini”, gumam Pak Erick dalam hati… “Oh, jadi kamu nyari kerja ya ‘Di?!”, potong Pak Erick… “Eh, iya Pak..”, jawab Adi tak enak… “Sorry ya ‘Di, saya lihat sepertinya kamu bukan orang sembarangan, bukan gaya kamu untuk mencari kerja seperti ini… Benar begitu?!”, tanyanya lebih dalam… “Mungkin iya Pak, saya pun tidak terbayang akan seperti ini”, jawab Adi getir… “Memang ada apa sebenarnya Adi? Boleh..kamu cerita sama saya, Sekarang?!”, potong Pak Erick memecah kesunyian sesaat itu… Seketika itu juga, entah kenapa Adi jadi mulai cerita kehidupannya, dimulai dari kehidupannya semenjak sang Ibunda meninggal, hingga beberapa waktu lalu sang Ayah menyusul, diikuti terenggutnya seluruh harta benda peninggalan untuk menutup hutang usaha mendiang Ayah… Intinya, kehidupan Adi terpuruk… Dalam keheranan Adi bergumam, “Kok ya bisa ya orang ini bikin mau cerita dan terbuka, seketika begitu saja.” Andai saja Adi tahu, Pak Erick ternyata merupakan salah satu penggiat atau praktisi komunikasi berbasis NLP™ alias Neuro-Linguistic Programming… Tidak hanya itu, kemampuannya menggunakan Hypnotic Language Pattern terkenal dahsyat… Beberapa kelas Covert Selling alias Penjualan Tak Kentara sudah dibawakannya dari waktu ke waktu… Masih ada lagi, gelar CFP® alias Certified Financial Planner-nya benar-benar dipraktikan… Beruntunglah Adi bertemu dengannya… “Oh, ok..”, jawab Pak Erick singkat… “Sialan, cape-cape cerita orang ini cuma OK OK doank…”, gerutu Adi dalam hati seraya ingin segera undur diri… “Ayah kamu, tidak punya asuransi-kah Adi?”, lanjut Pak Erick… “Eh, ngga ada kayaknya Pak… Setahu saya, Ayah tidak pernah suka asuransi… Ada sih, kalau ngga salah, dulu ada orang asuransi datang malah Ayah cuekin…”, jawab Adi… Malah Ayah bilang ke orang itu, “Kamu ngga ada kerjaan lain apa selain nawarin asuransi?! Sampai mati saya tidak akan beli asuransi, buat apa buang duit… Kamu cari kerja yang lain saja Mas… Saya usaha (bisnis) begini dari dulu, punya uang banyak, kalau sakit ya tinggal bayar… Pulang saja kamu Mas!” Sontak wajah Pak Erick berubah… “Adi, tahu kenapa kamu sampai mengalami kejadian seperti ini dalam hidup kamu? Tahu kenapa sepeninggalan mendiang Ayah-mu, kamu seperti jatuh miskin? Tahu kenapa hari ini kamu bisa ada disini”, tanya Pak Erick bertubi-tubi… “Eh, ngga tau Pak… Emang kenapa Pak”, selidik Adi… “Karena Ayah kamu tidak pernah mau mendengar seorang agen asuransi, bahkan hanya untuk mendengar… Karena Ayah kamu tidak pernah memikirkan resiko yang dapat ‘membakar’ seluruh harta kekayaannya… Karena Ayah kamu lupa setiap orang dapat sakit… Karena Ayah kamu pernah menolak saya di hari itu…”, jawab Pak Erick sedikit emosional… “Di hari itu, saya adalah agen asuransi yang Ayah kamu tolak… Sayalah yang kamu lihat waktu itu Adi… Ayah kamu lah yang membuat saya berhasil seperti ini… Penolakannya membakar perasaan dan semangat saya…”, tutur Pak Erick “Saat itu saya harus berjuang untuk biaya pengobatan Ibu saya… Tidak pernah cukup uang yang saya kumpulkan, Ibu saya keburu meninggalkan saya… Saya baru tahu manfaat asuransi saat itu, dan karena itu saya kini mengabdi menjadi agen asuransi, demi menebus kesalahan kami sekeluarga yang tidak percaya asuransi sedari awal…”, tegas Pak Erick “Namun Ayah kamu menolak mentah-mentah… Saya ingat persis kata-kata itu, persi dengan yang kamu ucapkan barusan… Saya jadi ingat nama kamu, Yoga Adi Pratama… Ibu kamu yang memintakan kamu dibuatkan asuransi terlebih dahulu…”, jelasnya… “Kelak, setelah penolakan tersebut, saya berjanji, saya harus pastikan dapat menyelamatkan Adi-Adi lainnya… Dan kamu ada disini sekarang”, sambung Pak Erick Adi pun termangu, diam tak tahu harus berkata apa… “Karma atau apa?”, kata Adi dalam hati… “Saya ingat kamu saat kejadian itu diam di sudut ruangan memperhatikan saya setengah diusir Ayah-mu… Ekspresi-mu iba kepada saya, khususnya Ibu-mu yang memperkenalkan saya kepada Ayah-mu… Saya melihat rasa bersalah di wajah Ibu-mu… Namun niatnya baik, saya tahu itu”, tuturnya lagi… “Hari ini, kita dipertemukan kembali… Saya turut berduka cita sedalam-dalamnya atas kepergian Ibu dan Ayah-mu… Saya menyesal tidak berhasil memberikan pemahaman yang baik tentang asuransi kepada Ayah kamu… Andai saja saya yang bodoh itu nekat dan ngotot terus mendekati Ayah kamu, mungkin lain cerita…”, ujar Pak Erick mendominasi pembicaraan ini… “Adi, tidak ada yang kebetulan di dunia ini… Saya mempercayai hal tersebut… Kehadiran kamu disini, hari ini, lebih ditujukan agar saya dapat menebus kesalahan masa lalu terhadap Ayah kamu… Bantu saya agar tidak ada Adi-Adi lainnya yang harus bernasib seperti kamu, bantu saya selamatkan mereka, bantu saya menyadarkan orang tua mereka, Bisa?!”, sergap Pak Erick… “Bisa Pak”, jawab Adi singkat… Singkat cerita, Pak Erick segera menjelaskan kepada Adi mengenai hal-hal terkait asuransi dan sistem kerjanya… Setelah paham, barulah Adi setuju untuk menjalankan misi membantu orang… Selanjutnya Pak Erick mulai menjelaskan sistem keagenan yang ada, mulai dari target penjualan, target penghasilan dan pencapaian, jangka waktu pencapaian dan segalanya… Satu yang membuat adi terbelalak, “Si Pak Erick masih dibawah 40 tahun dan sudah berpenghasilan IDR 60.000.000,- per bulan?” “Ini orang ngapain aja bisa begini ya?!”, tanya Adi dalam hati… Ia pun tergerak untuk membantu banyak orang sambil menikmati hasil kerjanya di bisnis ini… Kini Adi tahu benar mengapa profesi agen asuransi di perusahaan asuransi seperti ini disebut bisnis, karena semua dijalankan secara mandiri dengan support kantor pusat… Agen berjualan dan mendapatkan komisi… Hal yang wajar mendapatkan komisi karena jerih payah mereka dilapangan… Prinsip dasarnya, semakin banyak aktifitas, semakin banyak closing-an, semakin besar penghasilan… Inilah bisnis, besar-kecil pendapatan ditentukan diri sendiri… Dan inilah yang Adi idam-idamkan, penghasilan atas jerih payah diri sendiri… Setelah penjelasan secara personal tersebut, Adi pun mengikuti acara Business Opportunity Presentation, dilanjut kelas dasar dan wajib bagi calon agen baru, ujian lisensi keagenan AAJI… Semua ini dikawal dan diperhatikan dengan baik oleh sang perekrut, bukan karena kasus spesial Adi, namun inilah standar yang dilakukan Pak Erick… Babak baru pun dimulai… BERSAMBUNG ... Part 4.a
0 Comments
Leave a Reply. |
ArchivesCategories |